PENGECUALIAN DALAM QAWAID FIQHIYAH
Qawa’id merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam
bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau
patokan. Ahmad Warson menambahkan bahwa, kaidah bisa seperti al-asas (dasar
atau pondasi), al-Qanun (peraturan dan qaidah dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan
al-nasaq (metode atau cara). Hal ini sesuai dengan surat An-Nahl ayat 26 : “
Allah akan mengahancurkan rumah-rumah mereka dari pondasinya. ”
Adapun pengertian qawa’id fiqhiyah secara istilah terdapat berbagai
definisi, dua diantaranya yang menjadi pendapat populer :
“Hukum syara’ tentang peristiwa yang bersifat mayoritas, yang
darinya dapat dikenali hukum berbagai peristiwa yang masuk kedalam ruang
lingkupnya.”
“Dasar fiqih yang bersifat universal, mengandung hukum-hukum syara’
yang bersifat umum dalam berbagai bab tentang peristiwa-peristiwa yang masuk
kedalam ruang lingkupnya.”
Berdasarkan definisi-definisi diatas maka ulama terbagi dua dalam
memaknai qawa’id fiqhiyah berkenaan dengan perbedaan mereka dalam memandang
keberlakuannya, apakah bersifat kulii (menyeluruh/universal) atau aghlabi
(kebanyakan).
Bagi ulama yang memandang bahwa
qawa’id fiqhiyah bersifat aghlabi, mereka beralasan bahwa realitanya
memang seluruh qawa’id fiqhiyah memiliki pengecualian, sehingga penyebutan
kulli terhadap qawa’id fiqhiyah kurang tepat. Sedang bagi ulama yang memandang
qawa’id fiqhiyah sebagai bersifat kulli, mereka beralasan bahwa pada kenyataan
pengecualian yang terdapat pada qawa’id fiqhiyah tidaklah banyak. Di samping
itu, mereka juga beralasan bahwa pengecualian (al-istisna’) tidak memiliki
hukum sehingga tidak mengurangi sifat kulli pada qawa’id fiqhiyah.
Pembagian kaidah fiqh, kaidah fiqh dapat dibedakan dari tiga segi,
yaitu fungsi, muntasnayat dan kualitas.
Dari segi muntasnayat, sumber pengecualian, kaidah fiqh dibedakan
menjadi dua, yaitu : tidak memiliki pengecualian dan yang mempunyai
pengecualian. Kaidah fiqh yang tidak memiliki pengecualian adalah sabda Nabi
Muhammad SAW. Contohnya :
“ Bukti dibebankan kepada kepada penggugat dan sumpah dibebankan
kepada tergugat ”
Kaidah fiqh lainnya adalah kaidah yang mempunyai pengecualian
kaidah yang tergolong pada kelompok yang terutama di ikhtilafkan oleh
ulama.
Jadi pada dasarnya kedua kelompok ulama di atas sepakat tentang
adanya istisna’ (pengecualian) dalam penerapan qawa’id fiqhiyah, hanya saja
mereka berbbeda pendapat berkenaan dengan pengaruh istisna’ tersebut terhadap
keuniversalan qawa’id fiqhiyah.
Dengan demikian qawa’id fiqhiyah merupakan kaidah-kaidah yang
bersifat umum, meliputi sejumlah masalah fiqh, dan melaluinya dapat diketahui
sejumlah masalah yang berada dalam cakupannya. (Andiko, 2011 hal 5-7)
Daftar Pustaka :
Andiko, Toha, Ilmu Qawa’id Fiqhiyah Panduan Praktis dalam Merespon
Problematika Hukum Islam Kontemporer,(Yogyakarta: Teras,2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar