HADIS PEMINDAHAN KEPEMILIKAN (WARISAN)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ تَرَكَ مَالًا
فَلِأَهْلِهِ وَمَنْ
تَرَكَ ضَيَاعًا
فَإِلَيَّ
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a Nabi SAW bersabda : “
barang siapa yang meninggalkan harta warisan menjadi milik keluarganya dan
siapa yang meninggalkan ahli waris yang fakir menjadi tanggung jawabku.”
Sebelum kita
membahas tentang isi kandungan dari hadis tentang pemindahan kepemilikan (warisan)
akan lebih mudah jika kita mengetahui apa itu warisan. Warisan dalam bahasa
Arab adalah bentuk masdhar dari waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Maknanya
menurut bahasa ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang ke seseorang yang
lain, atau dari suatu kaum ke kaum yang lain. Sedangkan menurut istilah yaitu
berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang sudah meninggal kepada keluarganya
(ahli warisnya) yang masih hidup, baik yang ditinggalkan berupa harta (uang),
tanah, bangunan, atau apa saja yang merupakan hak milik secara legal.
Analisis Hadis :
Didalam hadis “ barang siapa yang meninggalkan harta warisan
menjadi milik keluarganya ” Rasulullah SAW menegaskan kepada kaum muslimin
bahwasanya harta peninggalan yang ada dari orang yang sudah meninggal dunia
adalah mutlak milik keluarganya, yang dalam artian adalah benar-benar orang
yang memiliki hak atas kepemilikan, atau orang yang berhak untuk menerima
warisan tersebut. Sedangkan “ siapa yang meninggalkan ahli waris yang fakir
menjadi tanggungjawabku ” maksudnya adalah apabila seorang ahli waris yang
ketika ditinggalkan mati dalam keadaan fakir, miskin, atau ketika mawaris
(pewaris) meninggal tidak meninggalkan apa-apa untuk ahli warisnya, Rasulullah
SAW menyatakan bahwa hal itu menjadi tanggungjawabnya. Sebuah contoh yang patut
dijadikan teladan ialah mengingat banyaknya anak-anak yatim, janda-janda miskin
yang ditinggalkan menjadi kesulitan dan harus bersusah payah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari.
عَنْ أُسَامَةَ
بْنِ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَرِثُ
الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
Artinya : Diriwayatkan dari Usamah ibn Zaid r.a “ orang muslim
tidak mewarisi dari orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi dari orang
muslim.”
Analisis Hadis :
Dalam konteks hadis ini kita dapat mengingat kembali pada masa
Rasulullah SAW yaitu ketika adanya permusuhan antara kaum kafir quraisy, ketika
kaum kafir quraisy merampas harta orang-orang Islam yang hijrah ke Madinah. Beberapa
dari mereka ingin mendapatkan warisan dari sebagian umat Islam. Perbedaan agama
merupakan salah satu dari penghalang memperoleh harta warisan. Orang muslim
tidak diperbolehkan menerima ataupun memberi harta warisan kepada non muslim
baik itu termasuk didalam anggota keluarga atau kerabatnya, begitu pula
sebaliknya. Pewarisan hanya bisa berlaku diantara orang-orang muslim. Didalam
hadis ini dijelaskan bahwa “ orang muslim tidak mewarisi dari orang kafir “
jelas ditegaskan bahwa hadis ini melarang adanya pewarisan antara orang Islam
dengan orang kafir. Dari muslim ke non-muslim dan dari non-muslim ke muslim.
Jelas dan tegas melarang pewarisan beda agama. Permasalahan semestinya yang
terpenting ialah dalam prinsip pemihakan pada orang-orang yang secara tingkat
perekonomiannya masih lemah dan memang membutuhkan. Didasarkan pada prinsip
ini, seharusnya pendistribusian harta melalui warisan atau wasiat
diprioritaskan kepada mereka-mereka dari garis keluarga yang paling
membutuhkan, dan dalam posisi yang miskin dan lemah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْقَاتِلُ لَا يَرِثُ
Artinya : Dari Abu Hurairah Nabi
Muhammad SAW bersabda “ pembunuh tidak boleh mewarisi.”
Analisis Hadis
:
Berdasarkan hadis diatas “ pembunuh tidak boleh mewarisi “
maksudnya adalah apabila seseorang membunuh mawaris maka pembunuh tersebut
tidak boleh atau tidak mendapatkan hak atas warisan dari orang yang dibunuhnya.
Sebab selain budak, perbedaan agama, dan pembunuhan merupakan beberapa kategori
penyebab penghalang seseorang dalam menerima harta warisan. Alasan-alasan
lainnya diantaranya bahwa pembunuhan merupakan pemutusan hubungan silaturahmi,
terputusnya silaturahmi maka terputuslah pula hukum yang menetapkan kewarisan.
Pembunuhan merupakan suatu kejahatan atau kemaksiatan, sedangkan hak kewarisan
merupakan suatu nikmat yang diberikan. Maksiat tidak boleh digunakan untuk
mendatangkan nikmat.
عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ مَوْلًى لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَعَ مِنْ عِذْقِ نَخْلَةٍ
فَمَاتَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْظُرُوا هَلْ لَهُ
مِنْ وَارِثٍ قَالُوا لَا قَالَ فَادْفَعُوهُ إِلَى بَعْضِ أَهْلِ الْقَرْيَةِ
Artinya : “ Dari Aisyah, seseorang
maula Rasulullah Saw. jatuh dari pohon kurma lalu ia meninggal. Maka Rasulullah
mengatakan kepada orang banyak : “ cari tahu apakah dia mempunyai ahli waris
”. Mereka mengatakan : “ Bahwa ia tidak memiliki ahli waris “.
Rasulullah Saw. bersabda : “ Berikanlah hartanya kepada sebagian penduduk
kampung yang berhak menerima pemberian.”
Analisis Hadis
:
Didalam kehidupan ini tentunya ada sebagian atau beberapa orang
yang tidak memiliki keluarga, kerabat yang dekat. Contohnya seperti tidak
memiliki seorang anak, orang tua yang sudah meninggal terlebih dahulu atau
bahkan sama sekali tidak memiliki saudara. Islam dalam konteks seperti ini juga
telah memberikan keringanan, sudah mengatur mengenai pembagian harta warisan
bagi seseorang pewaris yang tidak mempunyai ahli waris. Menurut hadis diatas
apabila ada seorang pewaris yang meninggal kemudian ia tidak memiliki ahli
waris, tidak ada yang berhak untuk mendapatkan harta yang ditinggalkannya, maka
untuk menjaga harta tersebut Islam tidak
membenarkan adanya penyia-nyiaan terhadap harta. Orang yang tidak
memiliki kerabat dekat atau jauh, jika ia meninggal hartanya akan diserahkan ke
baitul mal. Dimungkinkan pada masa Rasulullah Saw belum ada lembaga seperti
baitul mal, Rasulullah memerintahkan agar menyerahkan harta tersebut kepada
sebagian penduduk disekitar ia tinggal yang benar-benar membutuhkan pemberian
harta tersebut.
Kesimpulan :
Dari keempat hadis tersebut dapat saya simpulkan bahwa didalam
hadis tersebut terdapat beberapa ketentuan yaitu diantaranya adalah apabila
seseorang meninggal dunia maka secara mutlak hak atas harta yang ditinggalkan
itu menjadi milik keluarganya, dan apabila pewaris meninggal tanpa meninggalkan
apapun untuk ahli warisnya, maka Rasulullah menjelaskan bahwa itu menjadi
tanggungjawabnya. Ketentuan yang kedua bahwasanya orang muslim tidak boleh
mewarisi dari orang kafir begitu juga sebaliknya. Sebab perbedaan agama
merupakan salah satu penghalang memperoleh harta warisan. Pewarisan hanya bisa
berlaku diantara orang-orang muslim. Ketentuan yang ketiga yaitu, “pembunuh
tidak boleh mewarisi“ jelas bahwa selain pembunuhan juga merupakan penghalang
untuk memperoleh hak atas warisan, pembunuhan juga merupakan suatu kejahatan
atau kemaksiatan, sedangkan hak warisan adalah suatu kenikmatan. Dan didalam
islam tidak boleh melakukan kemaksiatan demi mendapatkan kenikmatan. Dan
ketentuan yang terkahir yaitu apabila seorang pewaris yang meninggal kemudian
ia tidak memiliki sanak saudara baik itu dekat ataupun jauh didalam hadis yang
tersebut diatas bahwasannya demi menjaga harta yang ditinggalkannya tersebut
maka harta tersebut diserahkan ke baitul mal, atau pada saat masa Rasulullah,
harta peninggalan dari pewaris yang tidak memiliki ahli waris dibagikan kepada
sebagian penduduk kampung yang memang benar-benar membutuhkannya. Kita sebagai
muslim tentunya harus mengerti bagaimana ketentuan-ketentuan pemindahan
kepemilikan (warisan) agar kita mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan
kita sehari-hari.